Senin, 30 April 2012

Pengawas Belum Optimal Mengelola Informasi Hasil Supervisi


Dalam percakapan para pengawas sering terungkap bahwa apresiasi dinas pendidikan  terhadap pekerjaan pengawas tidak sebagaimana yang pengawas harapkan. Posisi pengawas dalam pengambilan kebijakan kurang dihargai. Sebaliknya tidak jarang pihak dinas pendidikan menyatakan bahwa peran pengawas kurang optimal. Dinas pendidikan kurang puas dengan unjuk kerja pengawas.
Pengawas yang pernah menikmati tugas sebelum reformasi, memiliki sikap pikir yang berbeda. Sebagian menanggung beban psikologis yang tidak jarang mencuat dalam  gejala post power sindrom,   menganggap masala lalu lebih baik. Hal seperti ini cenderung membanding- bandingkan masa lalu dengan masa sekarang. Kondisi masa lalu pasti dalam pandangan mereka lebih baik.
Gejala ‘excuse sindrom’ terjadai secara berbalasan. Kepala dinas kurang puas atas unjuk kerja sebagian pengawas dan pengawas juga kurang puas dengan penghargaan dinas pendidikan atas perannya. Kedua belah pihak mencari kelemahan di luar diri masing-masing seperti sindrom yang salah bukan saya.
Dengan menggunakan asumsi bahwa informasi menjadi sumber daya yang paling strategis dalam mengembangkan interaksi dalam organisasi, maka patut diduga bahwa permasalah yang paling esensial terletak dalam kegagalan pengawas dalam mengelola  informasi hasil pelaksanaan tugasnya.
Karena kelemahan itu, maka pengawas hingga saat ini belum berperan sebagai sumber informasi dinas pendidikan sebagaimana didambakan oleh para kepala dinas untuk bahan pengambilan keputusan. Kelamahan ini menjadi semakin berarti dalam menurunkan citra pengawas karena kita tahu bahwa pengawas merupakan salah satu pilar penjamin mutu pendidikan yang strategis yang mendapat tugas untuk memantau langsung proses pendidik berinteraksi dengan  di dalam kelas. Pengawaslah yang dapat mengamati setiap tindakan kepala sekolah melaksanakan tindakan manajerial sehari-hari di sekolah.
Oleh karena itu, pengawaslah yang paling tepat dalam mensuplai  informasi yang paling akurat  kepala dinas pendidikan mengenai:
  1. Data kinerja kepala sekolah dan tenaga kependidikan lainnya dalam  merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi program yang efektif
  2. kinerja pendidik dalam merencanakan, melaksanakan, menilai, dan mengevaluasi pembelajaran
  3. kinerja seluruh sekolah dalam pemenuhan 8 Standar Nasional Pendidikan.
Karena itu pula, sistem pengelolaan informasi hasil pengawasan harus menjadi perhatian utama pengawas. Kesungguhan dalam penyediaan informasi yang berkelanjutan akan berpengaruh juga pada kesehatan komunikasi organisasi antara dinas pendidikan dengan pengawas. Kesehatan komunikasi kita tahu bergantung pada  dua dimensi yaitu “deeply dan frequent communication“  mendalam dan sering.
Penyediaan informasi yang dalam, karena diperoleh langsung dari sumbernya yaitu kegiatan belajar dalam kelas, maka akan berdampak pengawas akan semakin mediperlukan. Bahkan kepala dinas secara logis akan membutuhkan pengawas sebagai penghimpun informasi bahan kebijakan dan sebagai pasukan terdepan dalam meningkatkan motivasi, kompetensi, dan kinerja kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan lain pada setiap satuan pendidikan
Penyediaan informasi tentu tidak dapat diperankan oleh pengawas sendiri-sendiri, namun perlu ditangani secara kolektif. Di sini peran korwas menjadi sangat strategis, terutama dalam mengebangkan inisatif penentuan program, tujuan, target dan strategi. Di samping itu, korwas memiliki arti penting dalam mengolah data hasil pelaksanaan tugas, menyimpulkan, dan menyusun rekomendasi tingkat dinas pendidikan.
Perhatian kordinator pengawas selayaknya fokus pada pengolahan informasi yang berkenaan dengan hal di bawah ini.
  1. Dokumen program pengawasan tingkat kabupaten kota.
  2. Data  hasil supervisi  akademik yang pengawas himpun dari tiap satuan pendidikan.
  3. Data  hasil suprvisi manajerial  yang mendeskripsikan kinerja kepala sekolah melaksanakan tugas pokoknya.
  4. Data pelaksanaan pembinaan: menilai, membimbing, melatih, guru, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan lainnya untuk melihat kesesuaian antara sistem pengembangan sumber daya manusia pendidikan dengan kebutuhan pemenuhan kebutuhan belajar siswa.
  5. Data  pemenuhan delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP) hasil EDS, dan Akreditasi yang mencerminkan data perkembangan sekolah secara berkelanjutan.
  6. Proses analisis data pengawasan tingkat kabupaten/kota yang dilakukan pengawas melalui temu kerja di dinas pendidikan.
  7. Data refleksi dan evaluasi  kekuatan dan kelemahan  kompetensi dan kinerja pendidik, tenaga kependidikan, dan sekolah dalam pemenuhan standar.
  8. Evaluasi  keterlaksanaan dan ketercapaian target , laporan, dan tersusunnya  rekomendasi kebijakan.
Jika penyediaan data itu dapat terpenuhi maka kesehatan komunikasi antara pengawas akan semakin meningkat dan pekerjaan pengawas menjadi  interaksi yang bersistem. Keuntungan dari model penyediaan informasi seperti ini akan berdampak pada penguatan tim dalam melaksanakan tugas karena setiap orang dikendalikan oleh sistem. Sementara pada saat ini pengawas bekarya dengan mengandalkan kapasitas dirinya, dengan sedikit bantuan sistem.
Untuk meningkatkan penjaminan mutu pelaksanaan tugas, maka model Plan, do Check,  Act  (rencanakan, kerjakan, pantau, dan tindaklanjuti) yang sangat terkenal dari Deming dapat diterapkan dengan model siklus pengelolaan informasi  yang   Siklus Pengelolaan Informasi (5)
Gambar dalam siklus memperlihatkan bahwa efektivitas pengelolaan informasi  hasil pelaksanaan tugas pengawas bergantung pada efektivitas pengelolaan pada tingkat koordinasi antar pengawas pada tingkat dinas pendidikan dan koodinasi pengelolaan informasi pada saat melaksanakan tugas di sekolah. Hasil pelaksanaan tugas pengawas dari tiap satuan pendidikan merupakan bahan mentah yang harus diolah pada tingkat musyawarah pengawas di dinas pendidikan sebagai proses peningkatan penjaminan mutu informasi.
Tanpa dukungan  penjaminan mutu pada dua siklus itu dan kegigihan untuk sukses mengelola informasi hasil pelaksanaan tugasnya, maka citra kurang efektifnya pengawas tidak akan berubah. Dan, ke depan kapasitas pengawas dalam mengelola data, informasi dan fakta serta dukungan penguasaan konsep sistem pengukuran akan semakin menentukan produktivitasnya.
Oleh karena itu, menjelang rapat koordinasi dan sinskronisasi pengawas tingkat nasional di Jakarta pada tahun 2012, sebaiknya lebih fokus pada membangun kolaborasi pengawas dalam menguasai dan mengelola informasi hasil pelaksanaan tugas supervisi. Jika tidak, maka standar yang akan didapat pengawas adalah bukan ISO tetapi RA-ISO.( Oleh Dr. Rahmat)

Rabu, 25 April 2012

PERLU ADANYA PENYEDERHANAAN INTRUMEN PK GURU DAN KEPALA SEKOLAH


Intrumen Penilaian Kinerja Guru dan Kepala Sekolah yang akan digunakan pada tahun 2013 sangat rumit dan njlimet. Mungkinkah hal itu bisa dilaksanakan ? Menurut pendapat saya hal itu sangat sulit untuk dilakukan, mengingat tugas Kepala Sekolah sudah sangat banyak, tugas pengawas juga demikian. Disamping itu menilai satu guru saja dibutuhkan berkali-kali pertemuan, baik mealalui sebelum pengamatan, pada waktu pengamatan, sesudah pengamatan, dan masih ditambah pemantauan. Bila dilakukan pengamatan dan pemantauan saja kurang lebih 14 kali pertemuan untuk seorang guru, karena ada 14 kompetensi yang harus dinilai. Hal ini nanti bila tidak disederhanakan , maka dalam penilaian tidak mungkin bisa dilaksanakan sesuai dengan harapan. Karena itu yang lebih baik harus ada penyederhanaan Intrumen baik untuk PK Guru maupun untuk Kepala Sekolah.
Instrumen yang pada tahun lalu diujicoba telah menjadi bahan pembicaraan hangat karena  karena dipandang terlalu rumit dan terlalu sulit untuk dipahami dan diterapkan. Isu ini semakin  banyak dibicarakan karena menuai berbagai permasalahan. Di antarnya tentang pelaksana penilai oleh guru-guru.
Masyarakat guru dan kepala sekolah menyatakan instrumen yang digunakan terlalu banyak sehingga kurang fokus sehingga objektivitas dan validitas hasil penilaian diragukan dapat berpengaruh positif terhadap peningkatan kinerja peningkatan mutu hasil belajar siwa. Banyak pihak yang menyatakan bahwa penilaian kinerja belum dapat menjamin berporsesnya peningakatan mutu kinerja, sementara dampak terhadap bertambahnya beban guru telah pasti. Beban administrasi guru bertambah.
Setelah sosialisasi dan uji coba dilakukan, Kemendikbud sedang menelaah kembali dan sekaligus berusaha untuk menyederhanakannya.  Menurut sumber informasi yang GP dapat, yang jelas, penilaian kinerja yang akan datang  tidak lagi memuat penilaian kopetensi sosial dan kepribadian. Dua kompetensi itu tidak dinilai dalam penilaian kinerja, namun tetap menjadi bagian penting dalam kontesk penilaian yang lain.
Diharapkan para guru dengan penyederhanaan itu akan lebih praktis pelaksanaan  penilaiannya dan bermasalahat untuk peningkatan mutu pendidikan bangsa. Jangan khawatir para guru dan Kepala Sekolah ke depan intrumen itu akan disederhanakan. Semoga dan semoga lebih mudah untuk digunakan. Amin