Jumat, 13 Februari 2015

TUNJANGAN PROFESI GURU

SEBESAR 80 TRILIUN DISIAPKAN PEMERINTAH

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabbarakatuh
Selamat Sore
Pemerintah telah menyiapkan anggaran sampai puluhan Triliun guna persiapan untuk pembayaran tunjangan profesi guru di tahun 2015 ini, dengan demikian rumor tentang pengahpusan tunjang profesi yang beredar di masyarakat dan mengganggu serta membuat para guru ditanah air merasa takut akan kehilangan penghasilan tambahan benar-benar terbantahkan, hal ini sebagai pembuktian Pemerintah terhadap komitmen yang telah dibuat sebelumya.
Pembayaran tunjangan profesi guru tahun 2015 mencapai Rp80 triliun dengan rincian Rp72 triliun tunjangan untuk tahun berjalan dan Rp8 triliun tunjangan tahun 2014 yang belum ditransfer ke daerah.

“Pembayaran tunjangan profesi guru untuk tahun 2015 yang mencapai Rp80 triliun sama dengan anggaran Kemdikbud per tahunnya. Jumlahnya terus meningkat dan menyedot APBN. Namun sayangnya, peningkatan budget pembayaran tunjangan guru itu tidak diimbangi dengan peningkatan mutu guru,” kata Dirjen Pendidikan Dasar Kemendikbud Hamid Muhammad di Jakarta, beberapa waktu yang lalu.

Kepada pers usai membuka Lokakarya Pemerataan dan Distribusi Guru yang diselenggarakan USAID Prioritas, Hamid mengatakan bahwa Bappenas sempat mempertanyakan terkait dana tunjangan profesi guru yang menyedot anggaran besar kemudian dampak yang diperoleh terhadap mutu pendidikan di Tanah Air.

“Kenyataannya berbanding terbalik. Dari hasil survei menyebutkan ternyata pemberian tunjangan profesi tidak meningkatkan mutu guru dan prestasi peserta didik tidak mengalami perubahan signifikan,” katanya.

Karena itu, ujar Hamid, terkait tunjangan guru ada kemungkinan kedepan sesuai saran dari Bappenas maka pemberian tunjangan guru akan diberikan berdasarkan kinerja guru berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Mutu Pendidikan (BPSDMPK-PMP) Kemdikbud.

Ia mengatakan pencairan tunjangan sertifikasi akan selesai tahun 2016. “Tetapi kami sudah mengingatkan sekolah bahwa kedepan tunjangan profesi hanya diberikan kepada guru-guru yang mengajar dengan standar 20 murid dalam satu kelas. Dan ketentuan jumlah minimal siswa hanya berlaku di sekolah-sekolah di perkotaan saja dan tidak berlaku untuk daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).”

Berdasarkan data yang dilansir Kemdikbud, guru yang berhak mendapat tunjangan profesi tahun ini sebanyak 1.014.882 guru PNS daerah. Namun yang berhak mendapat surat keputusan (SK) tunjangan profesi hanya 784.482 orang. Yang perlu mendapat verifikasi adalah 154.059 guru dan tidak layak dapat SK 7.341 guru. Sementara untuk data penerima tunjangan guru non PNS sebanyak 97.368 orang. Guru yang berhak mendapat SK ada 81.520 guru, perlu verifikasi ada 9.532 guru dan tidak layak SK ada 6.31 guru.
Sementara itu, Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo mengatakan besarnya anggaran untuk pembayaran tunjangan profesi guru terjadi karena dilakukan secara bertahap jadi wajar saja bila dihitung menjadi besar.

“Ini bukan pemborosan APBN. Pemerintah hendaknya tidak memanipulasi seolah-olah anggaran tersedot untuk membayarkan tunjangan guru, sebab nanti pada tahun 2015 sudah selesai karena semua guru diharapkan sudah menerima sertifikasi guru”.

Terkait peningkatan budget APBN untuk pembayaran tunjangan profesi namun tidak diimbangi dengan peningkatan mutu guru, Sulistiyo mengatakan kondisi peningkatan mutu guru tidak serta merta terjadi karena memang butuh waktu.

“Tidak sekonyong-konyong setelah menerima tunjangan profesi kemudian dituntut peningkatan mutu guru. Tetap harus ada peran pemerintah untuk melibatkan guru dalam berbagai pelatihan dan sebagainya”.

Minggu, 13 Mei 2012

PENILAIAN KINERJA KEPALA SEKOLAH

             Pada saat ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sedang mengembangkan pilar mutu pendidik dan tenaga kependidikan, yaitu Uji Kompetensi, Penilaian Kinerja, dan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan.  Masalah utama kebijakan adalah   “Bagaimana meningkatkan mutu kepala sekolah melalui sistem rekrutmen dan pembinaan yang memenuhi standar agar  kompetensi dan kinerja profesional kepala sekolah memenuhi kebutuhan peningkatan mutu lulusan?”. Artinya,  kepala sekolah  mampu mewujudkan  keunggulan mutu lulusan sekolahnya.
           Kepala sekolah yang profesional mampu merumuskan mutu lulusan yang ideal untuk satuan pendidikan yang dipimpinnnya. Dan, keunggulan profesinya ditentukan dengan kesanggupan untuk mewujudkan cita-cita terbaik sekolahya.
            Untuk itu, setiap kepala sekolah harus memiliki keterampilan untuk  mendeskripsikan indikator dan kriteria mutu lulusan yang dicita-citakannya sebagai landasan pengembangan visi, misi, tujuan, dan strategi untuk  mewujudkannya.
           Terdapat lima kebutuhan utama peserta didik agar adaptif dalam kehidupan di Abad 21 adalah (1)  memiliki karakter yang mudah diarahkan dan dapat mengembangkan potensi diri  sehingga menjadi pribadi yang mandiri (2) menguasai materi pelajaran  yang ditandai dengan keterampilan dalam penguasaan data, fakta, informasi, konsep, prinsip, prosedur, dan merumuskan kesimpulan (3) memiliki keterampilan belajar, peserta didik terampil menerapkan pengetahuan  dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis, menerapkan ilmu pengetahuan dalam situasi baru, menganalisis informasi, menggagas ide baru, berkomunikasi, berkolaborasi, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. (4) penggunaan teknologi sebagai perangkat belajar, terampil menggunakan teknologi infomasi dan komunikasi (4)  sesuai dengan konteks, peserta didik memperoleh pengalaman belajar  yang relevan kekbutuhan hidup di dunia yaitu, pada tingkat lokal, nasional, maupun global hingga kehidupan di akhirat (5) memperoleh penilaian dengan instrumen yang mengukur keterampilan pada abad ke-21, instrumen otentik yang menantang siswa dapat berinovasi.
             Kepala sekolah pada abad 21 mendapat tantangan yang sangat kompleks dalam memfasilitasi guru, mengasah kemampuannya  dalam menguasai materi dan mengembangkan potensi  pserta didik  agar:
  • Melek teknologi dan  informasi
  • Terampil berkolaborasi, kompromis, dan membangun kerja sama tim.
  • Terampil berkomunikasi yang didukung dengan keuatan daya baca, menulis, mengekspesikan pikiran melalui berbagai media untuk berbagai orang.
  • Kreatif dan inovatif,  terampil mengeksplorasi imajinasi, menemukan gagasan baru, serta memperbaharui ide pribadi secara berkelanjutan.
  • Terampil menggunakan ilmu pengetahuan dan informasi terbaru untuk memcahkan masalah.
  • Mendemostrasikan berwawasan global, smembangun kapasitas diri di luar kelas, menjadi pribadi yang berdisiplin, memiliki daya inisitif yang tinggi, serta bertanggung jawab terhadap pribadi kepentingan bangsa.
            Tantangan tersebut mengarahkan kepala sekolah agar dapat  mengembangkan kapasitas dirinya sebagai pemimpin pembelajaran. Keunggulannya ditandai dengan perannya dalam mengarahkan pendidik sehingga mampu menjadi dirigen pembelajaran yang memenuhi kebutuhan pengembangan siswa. Kepala sekolah dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru dalam menggunakan pengetahuan tentang siswa, tentang materi pelajaran sebagai modal dalam persaingan hidup yang makin mengglobal.
Atas dasar pemikiran itu pula, maka seorang kepala sekolah yang profesional harus memenuhi syarat berikut;
  •  visioner sehingga mampu menyelaraskan pelaksanaan pembelajaran dengan kebutuhan hidup siswa dalam konteknya.
  • menguasai materi pelajaran yang diampunya dan menguasai prinsip umum materi pelajaran yang lainnya, dan membangun sistem penilaian yang menantang sehingga siswa lebih inovatif.
  • mengembangkan kapasitas dan kapabelitas guru dalam memfasilitasi siswa mengembangkan potensi dirinya secara optimal.
  • Kepala sekolah memerlukan kapasitas dan kapabelitas dalam mengintegrasikan sumber daya internal dan eksternal sekolah untuk mewujudkan keunggulan mutu lulusan secara terencana, mampu merealisasikan strategi, memantau efektivitas pelaksanaan, dan mengukur keberhasilan sebagai dasar untuk melaksanakan perbaikan mutu berkelanjutan.
             Berdasarkan sejumlah asumsi itu, dapat dinyatakan bahwa seorang kepala sekolah profesional harus menguasai kompetesi sebagai guru yang profesional. Oleh karena itu kepala sekolah harus teruji kompetensinya sebagai guru dan pada tugas tambahannya sebagai kepala sekolah. Jika seorang kepala sekolah tidak menguasi kompetensi sebagai guru, maka kelayakannya belum memenuhi standar sebagai kepala sekolah, namun bisa jadi memenuhi standar sebagai calon bupati atau walikota.
                Sistem pembinaan kepala sekolah memerlukan indikator dan target pencapian tujuan pendidikan yang terukur sebagai dasar untuk menentukan kelayakan seorang kepala sekolah.  Seorang kepala sekolah yang profesional jika menurut hasil pengukuran telah memenuhi kapasitas dirinya dalam penguasaan ilmu  pengetahuan dan kinerja dalam melaksanakan tugasnya sehingga dapat mewujudkan tujuan pendidikan.
Untuk memenuhi kebutuhan pengukuran dan pembinaan, maka pada saat ini Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan sedang menyiapkan tiga pilar sistem pembinaan dan pengembangan kepala sekolah yaitu;
  • Uji kompetensi  (UK) kepala sekolah
  • Penilaian kinerja (PK) kepala sekolah
  • Pengembangan keprofesian berkelanjutan
          Uji kompetensi kepala sekolah merupakan bentuk pengujian untuk mengetahui kapasitas pengetahuan kepala sekolah, terutama  kompetensi pedagogis dan profesional sebagai guru, serta kompetensi manajerial dan supervisi  sebagai kepala sekolah. Asumsi yang mendasari pengujian ini ialah kepala sekolah yang profesional memiliki pengetahuan dan terampil menerapkan pengetahuan yang dimilikinya dalam pelaksanaan tugas sebagai guru dan sebagai kepala sekolah yang berperan untuk membantu memecahkan masalah yang guru hadapi dalam pelaksanaan pembelajaran.
           Penilaian kinerja merupakan  proses pengumpulan informasi, data, dan fakta otentik tentang kapasitas kepala sekolah dalam memenuhi standar pada tiap unsur pelaksanaan tugas dan fungsinya yang dinilai.  Penilaian kinerja fokus pada fungsi manajerial perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi; serta mengukur daya kepemimpinan pembelajaran, dan pendayagunaan teknologi informasi dan komunikasi.
           Hasil penilaian uji komptensi maupun penilaian kinerja menjadi dasar untuk menentukan sistem pelayanan pengembangan keprofesian berkelanjutan. Jika hasil pengujian kepala sekolah rendah dalam penguasaan kompetensi sebagai guru, maka pemerintah menyediakan diklat peningkatan pengetahuan pedagogis dan profesional. Jika hasil pengujian membuktikan bahwa kepala sekolah lemah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, maka pemerintah menyediakan diklat peningkatan kapasitasnya dalam bidang manajerial dan supervisi. Jika keduanya sudah memenuhi syarat, maka pemerintah menyediakan peluang untuk meningkatkan kapasitasnya melalui diklat lanjutan.
            Hasil dari upaya pementaan mutu pada tiga pilar di atas berimplikasi terhadap sistem penghargaan bagi kepala sekolah baik dalam bentuk angka kredit maupun untuk melanjutkan karirnya sebagai kepala sekolah sehingga mendapat penghargaan untuk berperan sebagai kepala sekolah dalam beberapa periode.
Kepala sekolah yang belum memenuhi standar menurut hasil  UK dan PK belum berhak untuk mendapatkan kenaikan pangkat dan golongan yang pada akhirnya berpengaruh pada pemenuhan kriteria  boleh tidaknya melanjutkan karir sebagai kepala sekolah. Jika dalam periode tertentu seseorang tidak lulus UK, batas waktu saat ini direncanakan dalam dua tahun, maka sesorang dapat diberhentikan sebagai kepala sekolah.
Pertanyaan yang muncul di sini, mengapa batas itu dua tahun? Jawabannya tegas, negara tidak mungkin memberikan tugas kepada orang yang jelas menurut hasil pengukuran dan setelah mendapat pembinaan tetap tidak mampu memperbaiki kinerjanya.
            Namun semua itu, pada akhirnya  masih memerlukan perangkat pendukung kebijakan, yaitu perturan yang kita harap  tidak lama lagi akan menyesuaikan.(RAHMAT)

Senin, 30 April 2012

Pengawas Belum Optimal Mengelola Informasi Hasil Supervisi


Dalam percakapan para pengawas sering terungkap bahwa apresiasi dinas pendidikan  terhadap pekerjaan pengawas tidak sebagaimana yang pengawas harapkan. Posisi pengawas dalam pengambilan kebijakan kurang dihargai. Sebaliknya tidak jarang pihak dinas pendidikan menyatakan bahwa peran pengawas kurang optimal. Dinas pendidikan kurang puas dengan unjuk kerja pengawas.
Pengawas yang pernah menikmati tugas sebelum reformasi, memiliki sikap pikir yang berbeda. Sebagian menanggung beban psikologis yang tidak jarang mencuat dalam  gejala post power sindrom,   menganggap masala lalu lebih baik. Hal seperti ini cenderung membanding- bandingkan masa lalu dengan masa sekarang. Kondisi masa lalu pasti dalam pandangan mereka lebih baik.
Gejala ‘excuse sindrom’ terjadai secara berbalasan. Kepala dinas kurang puas atas unjuk kerja sebagian pengawas dan pengawas juga kurang puas dengan penghargaan dinas pendidikan atas perannya. Kedua belah pihak mencari kelemahan di luar diri masing-masing seperti sindrom yang salah bukan saya.
Dengan menggunakan asumsi bahwa informasi menjadi sumber daya yang paling strategis dalam mengembangkan interaksi dalam organisasi, maka patut diduga bahwa permasalah yang paling esensial terletak dalam kegagalan pengawas dalam mengelola  informasi hasil pelaksanaan tugasnya.
Karena kelemahan itu, maka pengawas hingga saat ini belum berperan sebagai sumber informasi dinas pendidikan sebagaimana didambakan oleh para kepala dinas untuk bahan pengambilan keputusan. Kelamahan ini menjadi semakin berarti dalam menurunkan citra pengawas karena kita tahu bahwa pengawas merupakan salah satu pilar penjamin mutu pendidikan yang strategis yang mendapat tugas untuk memantau langsung proses pendidik berinteraksi dengan  di dalam kelas. Pengawaslah yang dapat mengamati setiap tindakan kepala sekolah melaksanakan tindakan manajerial sehari-hari di sekolah.
Oleh karena itu, pengawaslah yang paling tepat dalam mensuplai  informasi yang paling akurat  kepala dinas pendidikan mengenai:
  1. Data kinerja kepala sekolah dan tenaga kependidikan lainnya dalam  merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi program yang efektif
  2. kinerja pendidik dalam merencanakan, melaksanakan, menilai, dan mengevaluasi pembelajaran
  3. kinerja seluruh sekolah dalam pemenuhan 8 Standar Nasional Pendidikan.
Karena itu pula, sistem pengelolaan informasi hasil pengawasan harus menjadi perhatian utama pengawas. Kesungguhan dalam penyediaan informasi yang berkelanjutan akan berpengaruh juga pada kesehatan komunikasi organisasi antara dinas pendidikan dengan pengawas. Kesehatan komunikasi kita tahu bergantung pada  dua dimensi yaitu “deeply dan frequent communication“  mendalam dan sering.
Penyediaan informasi yang dalam, karena diperoleh langsung dari sumbernya yaitu kegiatan belajar dalam kelas, maka akan berdampak pengawas akan semakin mediperlukan. Bahkan kepala dinas secara logis akan membutuhkan pengawas sebagai penghimpun informasi bahan kebijakan dan sebagai pasukan terdepan dalam meningkatkan motivasi, kompetensi, dan kinerja kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan lain pada setiap satuan pendidikan
Penyediaan informasi tentu tidak dapat diperankan oleh pengawas sendiri-sendiri, namun perlu ditangani secara kolektif. Di sini peran korwas menjadi sangat strategis, terutama dalam mengebangkan inisatif penentuan program, tujuan, target dan strategi. Di samping itu, korwas memiliki arti penting dalam mengolah data hasil pelaksanaan tugas, menyimpulkan, dan menyusun rekomendasi tingkat dinas pendidikan.
Perhatian kordinator pengawas selayaknya fokus pada pengolahan informasi yang berkenaan dengan hal di bawah ini.
  1. Dokumen program pengawasan tingkat kabupaten kota.
  2. Data  hasil supervisi  akademik yang pengawas himpun dari tiap satuan pendidikan.
  3. Data  hasil suprvisi manajerial  yang mendeskripsikan kinerja kepala sekolah melaksanakan tugas pokoknya.
  4. Data pelaksanaan pembinaan: menilai, membimbing, melatih, guru, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan lainnya untuk melihat kesesuaian antara sistem pengembangan sumber daya manusia pendidikan dengan kebutuhan pemenuhan kebutuhan belajar siswa.
  5. Data  pemenuhan delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP) hasil EDS, dan Akreditasi yang mencerminkan data perkembangan sekolah secara berkelanjutan.
  6. Proses analisis data pengawasan tingkat kabupaten/kota yang dilakukan pengawas melalui temu kerja di dinas pendidikan.
  7. Data refleksi dan evaluasi  kekuatan dan kelemahan  kompetensi dan kinerja pendidik, tenaga kependidikan, dan sekolah dalam pemenuhan standar.
  8. Evaluasi  keterlaksanaan dan ketercapaian target , laporan, dan tersusunnya  rekomendasi kebijakan.
Jika penyediaan data itu dapat terpenuhi maka kesehatan komunikasi antara pengawas akan semakin meningkat dan pekerjaan pengawas menjadi  interaksi yang bersistem. Keuntungan dari model penyediaan informasi seperti ini akan berdampak pada penguatan tim dalam melaksanakan tugas karena setiap orang dikendalikan oleh sistem. Sementara pada saat ini pengawas bekarya dengan mengandalkan kapasitas dirinya, dengan sedikit bantuan sistem.
Untuk meningkatkan penjaminan mutu pelaksanaan tugas, maka model Plan, do Check,  Act  (rencanakan, kerjakan, pantau, dan tindaklanjuti) yang sangat terkenal dari Deming dapat diterapkan dengan model siklus pengelolaan informasi  yang   Siklus Pengelolaan Informasi (5)
Gambar dalam siklus memperlihatkan bahwa efektivitas pengelolaan informasi  hasil pelaksanaan tugas pengawas bergantung pada efektivitas pengelolaan pada tingkat koordinasi antar pengawas pada tingkat dinas pendidikan dan koodinasi pengelolaan informasi pada saat melaksanakan tugas di sekolah. Hasil pelaksanaan tugas pengawas dari tiap satuan pendidikan merupakan bahan mentah yang harus diolah pada tingkat musyawarah pengawas di dinas pendidikan sebagai proses peningkatan penjaminan mutu informasi.
Tanpa dukungan  penjaminan mutu pada dua siklus itu dan kegigihan untuk sukses mengelola informasi hasil pelaksanaan tugasnya, maka citra kurang efektifnya pengawas tidak akan berubah. Dan, ke depan kapasitas pengawas dalam mengelola data, informasi dan fakta serta dukungan penguasaan konsep sistem pengukuran akan semakin menentukan produktivitasnya.
Oleh karena itu, menjelang rapat koordinasi dan sinskronisasi pengawas tingkat nasional di Jakarta pada tahun 2012, sebaiknya lebih fokus pada membangun kolaborasi pengawas dalam menguasai dan mengelola informasi hasil pelaksanaan tugas supervisi. Jika tidak, maka standar yang akan didapat pengawas adalah bukan ISO tetapi RA-ISO.( Oleh Dr. Rahmat)

Rabu, 25 April 2012

PERLU ADANYA PENYEDERHANAAN INTRUMEN PK GURU DAN KEPALA SEKOLAH


Intrumen Penilaian Kinerja Guru dan Kepala Sekolah yang akan digunakan pada tahun 2013 sangat rumit dan njlimet. Mungkinkah hal itu bisa dilaksanakan ? Menurut pendapat saya hal itu sangat sulit untuk dilakukan, mengingat tugas Kepala Sekolah sudah sangat banyak, tugas pengawas juga demikian. Disamping itu menilai satu guru saja dibutuhkan berkali-kali pertemuan, baik mealalui sebelum pengamatan, pada waktu pengamatan, sesudah pengamatan, dan masih ditambah pemantauan. Bila dilakukan pengamatan dan pemantauan saja kurang lebih 14 kali pertemuan untuk seorang guru, karena ada 14 kompetensi yang harus dinilai. Hal ini nanti bila tidak disederhanakan , maka dalam penilaian tidak mungkin bisa dilaksanakan sesuai dengan harapan. Karena itu yang lebih baik harus ada penyederhanaan Intrumen baik untuk PK Guru maupun untuk Kepala Sekolah.
Instrumen yang pada tahun lalu diujicoba telah menjadi bahan pembicaraan hangat karena  karena dipandang terlalu rumit dan terlalu sulit untuk dipahami dan diterapkan. Isu ini semakin  banyak dibicarakan karena menuai berbagai permasalahan. Di antarnya tentang pelaksana penilai oleh guru-guru.
Masyarakat guru dan kepala sekolah menyatakan instrumen yang digunakan terlalu banyak sehingga kurang fokus sehingga objektivitas dan validitas hasil penilaian diragukan dapat berpengaruh positif terhadap peningkatan kinerja peningkatan mutu hasil belajar siwa. Banyak pihak yang menyatakan bahwa penilaian kinerja belum dapat menjamin berporsesnya peningakatan mutu kinerja, sementara dampak terhadap bertambahnya beban guru telah pasti. Beban administrasi guru bertambah.
Setelah sosialisasi dan uji coba dilakukan, Kemendikbud sedang menelaah kembali dan sekaligus berusaha untuk menyederhanakannya.  Menurut sumber informasi yang GP dapat, yang jelas, penilaian kinerja yang akan datang  tidak lagi memuat penilaian kopetensi sosial dan kepribadian. Dua kompetensi itu tidak dinilai dalam penilaian kinerja, namun tetap menjadi bagian penting dalam kontesk penilaian yang lain.
Diharapkan para guru dengan penyederhanaan itu akan lebih praktis pelaksanaan  penilaiannya dan bermasalahat untuk peningkatan mutu pendidikan bangsa. Jangan khawatir para guru dan Kepala Sekolah ke depan intrumen itu akan disederhanakan. Semoga dan semoga lebih mudah untuk digunakan. Amin