Senin, 26 Maret 2012

DAMPAK NILAI KINERJA GURU RENDAH TERHADAP PENGHENTIAN SERTIFIKASI

Dalam pembahasan tentang persiapan pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru (PKG) yang direncanakan mulai berlaku tahun 2013 sering terlontar pernyataan bahwa guru yang berkinerja rendah terancam kehilangan tunjangan sertifikasi. Hal ini tentu merisaukan guru  setelah mereka mengetahui bahwa memperoleh nilai kinerja baik tidaklah mudah.
Jika kita lihat dari definisi angka kredit sebagai produk penilaian kinerja, maka kita dapat membacanya bahwa satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan/atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh seorang guru dalam rangka pembinaan karier kepangkatan dan jabatannya. Jadi angka kredita yang diperoleh guru melalui penilaian kinerja tidak berkaitan dengan dapat atau tidak dapatnya tujungan sertifikasi.
Penilian angka kredit terkait erat pada penilaian paket kerja yang dinilai pelaksanaan  pembelajaran mencakup aspek perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi dan penilaian, analisis hasil penilaian, dan pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian.
Tugas lain yang dinilai adalah Tugas lain yang dinilai  yang relevan mencakup aspek Guru menjadi kepala sekolah, wakil kepala sekolah, ketua program keahlian/program studi atau yang sejenisnya, kepala perpustakaan, kepala laboratorium, bengkel, unit produksi atau yang sejenisnya, pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusi, pendidikan terpadu atau yang sejenisnya, wali kelas, menyusun kurikulum pada satuan pendidikannya, pengawas penilaian dan evaluasi terhadap proses dan hasil belajar, membimbing guru pemula dalam program induksi, membimbing siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler, pembimbingan pada penyusunan publikasi ilmiah dan karya inovatif,
Jika kita memperhatikan secara lebih seksama tentang syarat memperoleh sertifikasi  adalah malaksanakan pembelajaran dengan beban kerja sekurang-kurangnya 24 jam tatap atau 37,5 jam kerja per minggu. Guru yang tidak dapat memenuhi kewajiban beban kerja sejumlah itu, dihilangkan haknya untuk mendapat tunjangan profesi, tunjangan fungsional, dan maslahat tambahan.
Dari telaah ini dapat kita nyatakan bahwa jika seseorang guru yang sudah ditetapkan tunjangan sertifikasinya, jika mendapat nilai kinerja rendah tidak dapat dihentikan tunujangan sertifikasinya karena hingga saat ini belum ada peraturan untuk yang mendasarinya. Pangatura yang ada saat ini di Permendiknas 35 tahun 2010, jika berkinerja rendah guru mendapat kewajiban untuk mengikuti pembinaan pengembangan keprofesian berkelanjutan.
Permasalah saat itu sebenarnya bukan ada pada guru, melainkan Pemerintah Daerah Kabupaten Kota yang belum juga bergerak untuk mengatur pemerataan guru. Masalahnya jika pemerataan itu dilakukan pada sekolah sejenis, seperti pada tingkat SMA dan SMP semua sekolah berada dalam posisi kelebihan guru pada mata pelajaran tertentu.
Di beberapa daerah telah ada inisiatif untuk memeratakan guru dengan cara memutasikan guru dari jenjang SMA atau SMP  ke SD yang rata-rata kekurangan. Namun lagi-lagi muncul masalah. Pengalihan dana sertifikasi dari guru mata pelajaran ke guru kelas belum dapat dilakukan karena belum ada aturan yang mendasarinya.
Konon, dengan ada rencana penilaian kinerja guru, sebagian penyelenggara pendidikan sudah memberi aba-aba kepada guru-guru bahwa guru yang tidak memenuhi kinerja yang ditentukan akan dicabut tunjangan sertifikasinya. Lucunya, pernyataan ini juga bermasalah. Jika hal ini dilaksanakan, jelas kebijakan ini tidak berdasar karena berlum ada peraturan untuk kebijakan ini.
Di tengah kompleksitas masalah tidak meratanya guru, kita mendapat kabar baik tentang adanya inisiatif surat keputusan bersama lima menteri yang akan menata distribusi guru di cengkraman undang-undang otonomi daerah yang mendapat kewengan wajib mengelola pendidikan, implementasinya tidak mudah. Hingga kini belum terlihat kemudahan yang mendukung pergerakan gebrakan lima menteri itu. Jangan-jangan hanya sampai di gebrakan, realisasinya kagak ada.
Masalah lainnya, adalah implikasi pengaturan permberlakuan penilaian kinerja guru. Akan semakin banyak data yang harus dikelola dan semakin banyak data yang harus diuji kesahihannya. Padahal pada saat ini sistem pengelolaan data pada sebagian besar Dinas Pendidikan Kabupaten Kota belum tentu dapat menunjang tertib data yang dapat melayani seluruh guru di negeri maupun yang kini bekerja di sekolah swasta dan yang bertugas  di berbagai departemen.
Memang mementakan dan mengukur kinerja itu amat penting dalam penerapan standar, namun ketika yang diukur itu sangat banyak sementara sistem informasi yang ada belum dipersiapkan baik maka data akan membanjir seperti air bah. Sementara  itu, jaringan yang akan menampungnya masih seperti parit-parit yang dangkal karena struktur organisasi dinas pendidikan berlum dipersiapkan khusus untuk memberikan pelayanan prima dalam penyediaan sistem dan layanan informasi.
Besarnya volume informasi yang akan berkembang setelah penilaian kinerja guru dan kepala sekolah berjalan adalah sebesar perintah peraturan yaitu guru termasuk kepala sekolah wajib mencatat seluruh kegiatan pelaksanaan tugas yang  dilaksanakannya. Dan. ini akan jadi bahan laporan sebagai bahan penilaian.
Sekarang saja sebelum seluruh guru mencatat seluruh aktivitasnya hanya untuk mendistribusikan guru agar mendapat tugas 24 jam mekanisme pengumpulan datanya sudah sangat sulit, apalagi nanti.

0 komentar:

Posting Komentar